Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia Titi Anggraini memperkirakan, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan mendiskualifikasi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming. Pasalnya, menurut Titi, MK juga merupakan pihak yang membuka pintu bagi Gibran untuk berlaga di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 lewat Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. “Kenapa tidak sampai pada diskualifikasi, ya problem-nya adalah MK kita ini problematik, karena dia menjadi bagian dari persoalan yang dipersoalkan, ya Putusan 90 begitu,” kata Titi dalam acara diskusi Polemik Trijaya, Sabtu (20/4/2024).
Pencalonan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) beberapa waktu lalu telah menimbulkan berbagai pro dan kontra. Prabowo, mantan calon presiden dan tokoh politik nasional, bersama dengan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran, menciptakan dinamika politik yang cukup menarik. Namun, sejumlah pihak mengkritik pencalonan ini karena dikhawatirkan melanggar aturan terkait konflik kepentingan dan kepemilikan saham.
Analisis Legal oleh Para Ahli
Meskipun terdapat kontroversi yang mengitari pencalonan Prabowo-Gibran, para ahli hukum meyakini bahwa Mahkamah Konstitusi kemungkinan besar tidak akan memutuskan untuk mendiskualifikasi keduanya. Hal ini didasarkan pada interpretasi aturan hukum yang ada dan sejarah putusan MK terkait kasus serupa di masa lalu.
Menurut beberapa ahli hukum, pembuktian konflik kepentingan atau kepemilikan saham yang signifikan membutuhkan standar bukti yang tinggi, yang mungkin sulit dipenuhi dalam konteks kasus ini. Selain itu, MK cenderung berhati-hati dalam mengambil keputusan yang bisa membatasi hak politik seseorang tanpa bukti yang kuat dan jelas.
Implikasi Politik dan Sosial
Kebijakan MK terhadap kasus ini akan memiliki dampak yang luas, baik secara politik maupun sosial. Jika MK memutuskan untuk tidak mendiskualifikasi Prabowo-Gibran, hal ini dapat memperkuat legitimasi pencalonan mereka dalam perspektif hukum, meskipun tetap menuai kontroversi dalam masyarakat.
Di sisi lain, jika MK memutuskan sebaliknya, hal ini dapat memicu protes dan perdebatan lebih lanjut tentang batasan-batasan etis dalam politik dan keadilan hukum di Indonesia. Oleh karena itu, keputusan MK dalam kasus ini tidak hanya akan memengaruhi nasib Prabowo-Gibran dalam Pilkada, tetapi juga akan membentuk pandangan masyarakat terhadap integritas lembaga peradilan dan demokrasi di negara ini.